Selasa, 07 Januari 2014

Baju Kebaya

Baju Kebaya ialah pakaian tradisional yang dikenakan oleh wanita Malaysia dan Indonesia. Ia diperbuat daripada kain kasa yang dipasangkan dengan sarung, batik, atau pakaian tradisional yang lain seperti songket dengan motif warna-warni.
Dipercayai kebaya berasal daripada negara Arab. Orang Arab membawa baju kebaya (yang Arabnya "abaya") ke Nusantara ratusan tahun yang lalu. Lalu tersebar ke Melaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah berlakunya asimilasi budaya yang berlangsung selama ratusan tahun, pakaian itu diterima oleh penduduk setempat.
Sebelum tahun 1600 di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan oleh golongan keluarga kerajaan di sana. Selama zaman penjajahan Belanda di Pulau ini, wanita-wanita Eropah mula mengenakan kebaya sebagai pakaian rasmi. Saban hari, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni.

Pakaian yang mirip yang disebut "nyonya kebaya" diciptakan pertama kali oleh orang-orang Peranakan daripada Melaka. Mereka mengenakannya dengan sarung dan kasut cantik bermanik-manik yang disebut "kasut manek". Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal dalam kalangan wanita bukan asia.
Terpisah daripada kebaya tradisional, ahli fesyen sedang mencari cara untuk memodifikasi desain dan membuat kebaya menjadi pakaian yang lebih moden. Kebaya yang dimodifikasi boleh dikenakan dengan seluar jeans.

Sejarah KebayaMenurut Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: silang Budaya (1996) Kebaya berasal dari bahasa Arab ‘Kaba’ yang bererti ‘pakaian’ dan diperkenalkan lewat bahasa Portugis ketika mereka mendarat di Asia Tenggara.  Kata Kebaya diertikan sebagai jenis pakaian (atasan/blouse) pertama yang dipakai wanita Indonesia pada kurun waktu abad ke-15 atau ke-16 Masihi. Hujah Lombard tentu berterima terutama lewat analogi penelusuran lingustik yang toh sampai sekarang kita masih mengenal ‘Abaya’ yang berarti tunik panjang khas Arab. Sementara sebagian yang lain percaya Kebaya ada kaitannya dengan pakaian tunik perempuan pada masa kekasiran Ming di Tiongkok, dan pengaruh ini ditularkan setelah imigrasi besar-besaran menyambangi semenanjung Asia Selatan dan Tenggara di abad ke-13 hingga ke-16 Masehi



Sumber : http://ms.wikipedia.org/wiki/Baju_kebaya


Minggu, 05 Januari 2014

Abjad dalam Hangeul

Di bawah ini tabel konsonan dan vokal Hangeul, format aslinya diwarnai biru pada baris pertama, sedangkan turunannya pada baris selanjutnya. Tabel dipisahkan menjadi tabel bagian depan, vokal serta bagian belakang. Tabel di bagian depan maksudnya jika konsonan berada di depan suku kata dan tabel di bagian belakang maksudnya jika konsonan dipakai di akhir kata (akhiran). Dalam penulisan kata2 dalam Hangeul, menggunakan perpaduan suku kata. Misal untuk menulis Selamat Pagi dalam bahasa korea , Annyeong haseyo, akan membutuhkan 5 suku kata. Yaitu AN - NYEONG - HA -SE - YO. Seperti inilah jadinya : 안녕하세요 ( Annyeong haseyo )Selamat belajar! :)  Hwa i ting! 





------------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Tabel_konsonan_dan_vokal_Hangeul


Jumat, 03 Januari 2014

Manajemen Pemasaran belajar apa sih?

Gue seorang siswi SMK di daerah Jakarta Timur nih, kebetulan jurusan Pemasaran. Nah mau sharing dikit nih tentang apa sih yang gue kerjain dan pelajarin di sekolah??
Oke langsung aja check this out!

Manajemen Pemasaran:

1. Belajar untuk memahami konsep dan praktek pemasaran mulai dari apa itu pemasaran.

Konsep Pemasaran terdiri dari:
- Kebutuhan, Keinginan dan Permintaan
- Produk
- Nilai, Biaya dan Kepuasan
- Pertukaran, Transaksi dan Hubungan
- Pasar
- Pemasaran dan Pemasar

Dari konsep inti ini, dipelajari juga lima konsep pemasaran yang mendasari cara organisasi melakukan kegiatan pemasarannya:
- Konsep Pemasaran Berwawasan Produksi
- Konsep Pemasaran Berwawasan Produk
- Konsep Pemasaran Berwawasan Menjual
- Konsep Pemasaran Berwawasan Pemasaran
- Konsep Pemasaran Berwawasan Bermasyarakat

2. Belajar marketing mix yaitu lebih dikenal dengan 4P (Product, Price, Promotion & Place), yaitu mempelajari bagai mana cara untuk memahami cara memasarkan suatu produk lewat pengenalan produk, menentukan harga yang bersaing, menggunakan media promosi yang tepat dan menentukan lokasi yang strategis sehingga bisa memuaskan konsumen/pelanggan.

3. Belajar mengenai analisa SWOT - Strength, Weakness, Opportunity, Threat, yaitu mempelajari situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari program atau organisasi di masa kini dan masa yang akan datang.

4. Mempelajari strategi pemasaran yang adalah serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pemasaran adalah:
- Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat.
- Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan sosial/budaya.

Sumber : http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080529062359AAqeVKY

Jampang, Jagoan Betawi



Jampang, salah satu tokoh cerita rakyat Betawi.
Disebutkan dalam cerita rakyat Betawi bahwa Jampang itu berasal dari Banten, yang belajar ilmu beladiri dari Ki Samad (Shomad) di Gunung Kepuh. Dia salah satu di antara dua murid kesayangan Ki Samad. Selain dirinya ada seorang lagi bernama Sarba. Kedua orang seperguruan ini sudah lama menimba ilmu silat di tempatnya Ki Samad. Lantaran itulah, tibalah saat bagi keduanya untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Sebelum meninggalkan padepokan, Jampang dan Sarba diberi satu nasihat terakhir oleh gurunya Ki Samad, yakni harus berhati-hati menggunakan ilmunya (ilmu silat maksudnya,red.). Jangan sampai diamalkan di jalan yang salah.


Pada awalnya, Jampang dan Sarba pulang bersama-sama hingga mereka bertemu centeng-centeng Juragan Saud, yakni Gabus dan Subro. Yang suka semena-mena kepada orang lain. Ceritanya, Jampang dan Sarba pun makan di warung nasi di tengah jalan. Dan, mereka berdua bertemu dengan keduanya yang tidak mau bayar makanannya. Melihat hal tersebut, Jampang dan Sarba yang suka menolong kaum lemah ini segera menggulung Gabus dan Subro. Dari sinilah, nama keduanya mulai terkenal. Sesudah menggulung para centeng Juragan Saud, Jampang dan Sarba berpisah. 

*

Di kampungnya, Jampang mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya di padepokan Ki Samad dengan mengajari para pemuda kampung, terutama para santri Haji Baasyir. Melihat ketekunan Jampang mengajari santri-santrinya membuat Haji Baasyir meminta Jampang untuk mengantarkan surat ke Haji Hasan yang tinggal di Kebayoran. Dengan penuh takjim, Jampang melaksanakan keinginan Haji Baasyir. 

Tak butuh waktu lama bagi Jampang untuk bisa sampai ke kawasan Kebayoran. Karena, jarak antara kampungnya dengan Kebayoran tergolong dekat, cukup berjalan kaki setengah hari. Dan nyatanya, ketika adzan dzuhur berkumandang bertalu-talu, Jampang sudah sampai. Namun, di sana kepiawaiannya bersilat harus dibuktikan dengan melawan kelaliman. 

Ketika Jampang berjalan di tepi sungai, dia mendengar suara seorang wanita menjerit ke arahnya. Rupanya, gadis ini hendak dinakali oleh seorang laki-laki bejat yang belakangan diketahui bernama Kepeng, anak buah Jabrig, jawara setempat. Dan, gadis yang hendak dinakali itu bernama Siti, anaknya Pak Sudin. 

Segera, terjadi perkelahian antara Jampang dengan Kepeng. Pada akhirnya, Kepeng pun berhasil dikalahkan oleh Jampang dengan jurus-jurusnya. Setelah keadaan aman, Jampang mengantarkan Kepeng ke rumahnya, menemui orang tuanya, Pak Sudin. Pak Sudin kemudian mengantarkan Jampang ke rumah Haji Hasan untuk mengantarkan surat titipan Haji Baasyir. 

Setelah bertemu dengan Haji Hasan dan surat itu dibuka, ternyata surat itu adalah anjuran dari Haji Baasyir agar kampungnya dilatih oleh pemuda ganteng pintar silat bernama Jampang. Hal ini untuk menertibkan keamanan di Kebayoran. Memang waktu itu, daerah-daerah pinggiran Betawi tidak aman. Haji Hasan pun menyetujui usulan tersebut. Dan mulai keesokan harinya, Jampang mengajari para pemuda setempat untuk belajar silat. 

Kabar ini segera diketahui Kepeng, yang kemudin melapor kepada Jabrig. Jagoan-jagoan ini panas hati melihat Jampang mengajari anak-anak setempat silat. Karena itu, mereka berniat membuat onar. Datanglah mereka ke tempat latihan Jampang and friends, dan segera berbuat huru-hara. Namun, hal ini langsung ditangani Jampang. Sehingga, Jabrigand the gank tidak bisa berbuat apa-apa. 

Sesudah mengalahkan jagoan kampung ini, Jampang merasa tugasnya sudah selesai. Dia sudah mengajari anak-anak Kebayoran dasar-dasar bela diri. Dia juga sudah menghajar jawara kampung supaya kapok mengganggu. Dia kemudian pamit kepada Haji Hasan.

*

Di kampung halaman, rupanya fitnah sudah menanti Jampang yang disebarkan oleh Gabus dan Subro - dua preman yang dikalahkan dulu. Jampang difitnah telah mencuri dua ekor kerbau milik Juragan Saud. Tampaknya mereka berdua ingin menjebloskan Jampang ke dalam penjara.

Jampang pun meminta petunjuk Haji Baasyir. Saran dari Haji Baasyir adalah menemui Juragan Saud dan menyadarkannya. Bukannya menuruti saran Haji Baasyir, Jampang justru punya pemikiran lain. Dia ingin memberi pelajaran kepada Juragan Saud. Di rumah Juragan Saud, Jampang mengambil kerbau dan barang-barang berharga. Kemudian membagi-bagikannya kepada masyarakat kecil yang membutuhkannya. 

Hal ini jelas memicu kekesalan tersendiri di hati Juragan Saud, yang kemudian memanggil para opas untuk menangkap Jampang. Para opas lalu mencari Jampang. Ada yang menyebutkan Jampang telah berhasil ditembak. Tak ada bukti bahwa Jampang mati. Menurut cerita rakyat Indonesia yang berkembang, Jampang aman. Dia bahkan menikahi Siti, anak Pak Sudin yang pernah diselamatkannya dulu.

Sumber : http://365ceritarakyatindonesia.blogspot.com/2013/09/cerita-rakyat-indonesia-jampang-jagoan-betawi.html

Kamis, 02 Januari 2014

Cerita Rakyat Si Pitung

Pada jaman penjajahan belanda dahulu, di daerah Jakarta (dahulu Batavia) hiduplah seorang pria gagah yang bernama si Pitung. Dia lahir dari pasangan suami istri yang bernama pak Piun dan bu Pinah. Pekerjaan pak Piun sehari-hari adalah bertani.

Setiap hari si Pitung membantu bapaknya menanam padi, memetik kelapa dan mencari rumput untuk pakan ternaknya. Si Pitung juga tak segan untuk membantu tetangganya yang memerlukan bantuan. Tiap hari si Pitung juga sangat rajin menunaikan sholat dan puasa, bapaknya juga selalu mengajarkan si Pitung untuk bertutur kata yang santun, dan patuh kepada orang tua.

Si Pitung dan keluarganya tinggal di kampung Rawabelong, daerah kebayoran. Daerah itu adalah bagian dari daerah kekuasaan tuan tanah yang bernama babah Liem Tjeng Soen,oleh karena itu semua warga yang tinggal di situ wajib membayar pajak kepada babah Liem. Hasil pajak tanah tersebut nantinya akan disetorkan kepada Belanda.

Dalam memungut pajak, babah Liem dibantu oleh anak buahnya yang berasal dari kalangan pribumi. Anak buah yang diangkat babah Liem adalah kaum pribumi yang pandai bersilat dan memainkan senjata. Tujuannya adalah supaya para penduduk tidak berani melawan dan membantah pada saat dipungut pajak.

Hingga pada suatu hari, saat si Pitung membantu bapaknya mengumpulkan hasil panen dari sawah. Sesampainya di rumah, betapa terkejutnya si Pitung melihat anak buah babah Liem sedang marah-marah kepada bapaknya. Si Pitung lalu menghampiri bapaknya, dan bertanya kepada anak buah babah Liem, “Hey, apa salah bapak saya?”

“Tanya saja sama bapakmu ini!!”, jawab anak buah babah Liem.

Anak buah babah Liem lalu pergi dengan membawa semua hasil panen yang telah dikumpulakan si Pitung dan bapaknya. Dengan nada geram, si Pitung berbicara dalam hatinya, “Nantikan pembalasanku!!”

***

Hingga keesokan harinya saat si Pitung berjalan menyusuri kampung, dia melihat kesewenang-wenangan anak buah babah Liem lagi. Mereka merampas ayam, kambing, kelapa, dan padi dari penduduk, tanpa rasa iba.

Sebagai warga yang merasa bertanggung jawab atas keamanan, maka si Pitung tidak tinggal diam. Si Pitung lalu menghampiri anak buah babah Liem, lalu berteriak “Hentikan pengecut!! Kenapa kalian merampas harta orang lain?!”

Para anak buah babah Liem kemudian menoleh kearah si Pitung. “Siapa kamu ini, berani-beraninya mencegah kami? Kamu tidak tahu siapa kami ini?”,teriak anak buah babah Liem.

“Saya tidak peduli siapa kalian, tapi perbuatan kalian itu sangatlah kejam dan tidak berperi kemanusiaan!”, jawab si Pitung.

Mendengar perkataan si Pitung, pemimpin anak buah babah Liem menjadi geram. Ia lalu menghampiri si Pitung, dan menyerang sekenanya saja. Ia mengira bahwa Pitung akan mudah dirobohkan. Namun, di luar dugaannya, Pitung malah mencekal lengannya dan membantingnya ke tanah hingga pingsan. Anak buah babah Liem yang lain menghentikan kesibukan mereka dan mengepung Pitung. Dengan sigap Pitung menyerang lebih dulu. Ada lima orang yang mengeroyoknya. Satu demi satu ia hajar pelipis atau tulang kering mereka hingga mereka mengaduh kesakitan. Lalu mereka menggotong pimpinan centeng yang masih pingsan dan melarikan diri.

Sebelum pergi, mereka mengancam: “Awas, nanti kami laporkan Demang.”

Beberapa hari setelah peristiwa itu, nama Pitung menjadi pembicaraan di seluruh Kebayoran. Namun, Pitung tak gentar dan tetap bersikap tenang. Ia bahkan tidak menghindar kalau ada orang yang bertanya kepadanya tentang kejadian itu.

***

Suatu hari, Pak Piun menyuruh si Pitung menjual kambing ke Pasar Tanah Abang. Pak Piun sedang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Si Pitung pun pergi ke tanah abang untuk menjual dua kambingnya itu. Tanpa sepengetahuan si Pitung, ternyata ada satu orang anak buah babah Liem yang membuntutinya sejak berangkat dari rumah tadi. Hingga pada saat si Pitung mandi di sungai dan berwudhu, anak buah babah Liem tadi mencuri uang hasil penjualan kambing dari saku bajunya yang diletakkakn di pinggir sungai.

Sesampainya di rumah, si Pitung sangatlah kaget. Karena uang hasil penjualan kambing tidak ada di sakunya lagi. Dengan geram ia kembali ke Pasar Tanah Abang dan mencari orang yang telah mencuri uangnya. Setelah melakukan penyelidikan, ia menemukan orang itu. Orang itu sedang berkumpul di sebuah kedai kopi.

Si Pitung mendatanginya dan menghardik, “Kembalikan uangku!”

Salah seorang berkata sambil tertawa, “Kamu boleh ambil uang ini, tapi kamu harus menjadi anggota kami.”

“Tak sudi aku jadi anggota kalian,” jawab si Pitung.

Para anak buah babah Liem itu marah mendengar jawaban si Pitung. Serentak mereka menyerbu Pitung. Namun, yang mereka hadapi adalah Si Pitung dari Kampung Rawabelong yang pernah menghajar enam orang centeng Babah Liem sendirian. Akibatnya, satu demi satu mereka kena pukulan Si Pitung.

Sejak hari itu, Si Pitung memutuskan untuk membela orang-orang yang lemah. Ia tak tahan lagi melihat penderitaan rakyat jelata, yang ditindas tuan tanah dan dihisap oleh penjajah Belanda. Beberapa anak buah babah Liem yang pernah dihajarnya ada yang insyaf dan ia mengajak mereka untuk membentuk suatu kelompok. Bersama kelompoknya, ia merampoki rumah-rumah orang kaya dan membagi-bagikan harta rampasannya kepada orang-orang miskin dan lemah.

***

Nama Pitung menjadi harum di kalangan rakyat jelata.Para tuan tanah dan orang-orang yang mengambil keuntungan dengan cara memihak Belanda menjadi tidak nyaman. Mereka mengadukan permasalahan itu kepada pemerintah Belanda.

Penguasa penjajah di Batavia pun memerintahkan aparat-aparatnya untuk menangkap Si Pitung. Schout Heyne, komandan Kebayoran, memerintahkan mantri polisi untuk mencari tahu di mana si Pitung berada. Schout Heyne menjanjikan uang banyak kepada siapa saja yang mau memberi tahu keberadaan si Pitung.

Mengetahui dirinya menjadi buron, Pitung berpindah-pindah tempat dan ia tetap membantu rakyat. Harta rampasan dari orang kaya selalu ia berikan kepada rakyat yang lemah dan tertindas oleh penjajahan.

Pada suatu hari, Pitung dan kelompoknya terjebak oleh siasat polisi belanda. Waktu itu si Pitung beserta kelompoknya akan merampok rumah seorang demang, tapi ternyatapolisi belanda sudah lebih dulu bersembunyi di sekitar rumah demang itu. Ketika kelompok Pitung tiba, polisi segera mengepung rumah itu. Pitung membiarkan dirinya tertangkap, sementara teman-temannya berhasil meloloskan diri. Akhirnya si Pitung dibawa ke penjara dan disekap di sana.

***

Karena si Pitung adalah seorang yg cerdik dan sakti, maka dia berhasil meloloskan diri lewat genteng pada malam hari saat penjaga sedang istirahat. Pada pagi harinya, para penjaga menjadi panik karena si Pitung tidak ada di dalam penjara lagi.

Kabar lolosnya si Pitung membuat polisi belanda dan orang-orang kaya menjadi tidak tenteram lagi. Kemudian Schout Heyne memerintahkan orang untuk menangkap orang tua dan guru si Pitung. Mereka dipaksa para polisi untuk memberitahukan keberadaan Si Pitung sekarang. Namun, mereka tetap bungkam. Akibatnya, mereka pun dimasukkan kedalam penjara.

***

Mendengar kabar bahwa orang tua dan gurunya ditangkap polisi belanda, lalu si Pitung mengirim pesan kepada pihak belanda. Ia mengatakan akan menyerahkan diri bila orang tua dan gurunya itu dibebaskan. Kesepakatan tersebut kemudian disetujui oleh Schout Heyne.

Kemudian pada hari yang telah disepakati, mereka bertemu di tanah lapang. Orang tua si Pitung dilepaskan dahulu. Kini tinggal Haji Naipin yang masih bersama polisi belanda. Di tanah lapang itu, sepasukan polisi menodongkan senjata ke arah Haji Naipin.

“Lepaskan Haji Naipin sekarang juga”, kata si Pitung.

“Aku akan melepaskan gurumu ini setelah engkau benar-benar menyerah”, kata Schout Heyne.

Mendengar persyaratan yang diajukan Schout Heyne, lalu si Pitung maju ke tengah lapangan. Dengan sigap, pasukan polisi lalu membidikkan senjata mereka kearah si Pitung.

“Akhirnya tertangkap juga kamu, Pitung!” teriak Schout Heyne dengan nada sombong.

“Iya, tapi nanti aku pasti akan lolos lagi. Dengan orang pengecut seperti kalian, yang beraninya hanya mengandalkan anak buah, aku tidak takut,” jawab si Pitung.

Mendengar kata-kata si Pitung, Schout Heyne menjadi marah. Ia mundur beberapa langkah dan memberi aba-aba agar pasukannya bersiap menembak. Haji Naipin yang masih ada di situ memprotes tindakan yang pengecut itu. Namun protes dari Haji Naipin tidak didengarkan, dan aba-aba untuk menembak si Pitung sudah diteriakkan. Akhirnya si Pitung gugur bersimbah darah.

Orang tua dan guru si Pitung merasa sangat sedih sekali melihat si Pitung akhirnya gugur di tangan polisi belanda. Banyak rakyat yang turut mengiringi pemakamannya dan mendoakannya. Mereka berjanji akan selalu mengingat jasa Si Pitung, pembela dan pelindung mereka, dan tetap akan menganggap si Pitung sebagai pahlawan betawi.

Diceritakan ulang oleh: Kak Ghulam

Sumber : http://365ceritarakyatindonesia.blogspot.com/2012/10/cerita-rakyat-indonesia-13-pitung-jagoan-betawi.html

Rabu, 01 Januari 2014

Rumah Adat Betawi

Rumah Kebaya





Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya ada yang berbentuk rumah panggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah.



Lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah. Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah.
Ruang-ruang terbagi dengan hirarki dari sifat publik di bagian depan menuju sifat privat dan service di bagian belakang. Beranda depan adalah tempat untuk menerima tamu dan bersantai bagi keluarga yang diberi nama ‘amben’. Lantai teras depan yang bernama ‘gejogan’ selalu dibersihkan dan siap digunakan untuk menerima dan menghormati tamu. Gejogan dihubungkan tangga yang disakralkan oleh masyarakat betawi dengan nama ’balaksuji’, sebagai satu-satunya lokasi penting untuk mencapai rumah. Ruang berikutnya adalah kamar tamu yang dinamakan ‘paseban’. Setelah ruang tamu terdapat ruang keluarga yang berhubungan dengan dinding-dinding kamar, ruang ini dinamakan ‘pangkeng’. Selanjutnya ruang-ruang berfungsi sebagai kamar-kamar tidur dan terakhir adalah dapur yang diberi nama ‘srondoyan’
Sumber    : www. archnewsnusantara.wordpress.com
Foto         : www.kidnesia.com

Selasa, 31 Desember 2013

Roti Buaya dan sejarahnya

Sejarah Roti Buaya 
Konon terinspirasi perilaku buaya yang hanya kawin sekali sepanjang hidupnya.Dan masyarakat Betawi meyakini hal itu secara turun temurun.Selain terinspirasi perilaku buaya, simbol kesetiaan yang diwujudkan dalam sebuah makanan berbentuk roti itu juga memiliki makna khusus. Menurut keyakinan masyarakat Betawi, roti juga menjadi simbol kemampanan ekonomi. Dengan maksud, selain bisa saling setia, pasangan yang menikah juga memiliki masa depan yang lebih baik dan bisa hidup mapan.


Roti Buaya Sebagai Simbol Pernikahan Adat Betawi

Setiap acara pernikahan yang mengusung adat Betawi, pasti tak pernah meninggalkan roti buaya. Biasanya roti yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini dibawa oleh mempelai pengantin laki-laki pada acara serah-serahan. Selain roti buaya, mempelai pengantin laki-laki juga memberikan uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga.

Dari sejumlah barang yang diserahkan tersebut, roti buaya menempati posisi terpenting. Bahkan, bisa dibilang hukumnya wajib. Sebab, roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga Betawi, yakni sebagai ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk sehidup-semati.

Selain itu masyarakat Betawi telah turun temurun menggunakan roti buaya sebagai simbolisasi disetiap pernikahan adat Betawi. Kenapa bentuknya buaya? tapi kita sering mendengar bahwa ada istilah Buaya Darat alias mata keranjang? Persepsi ini yang perlu dijelaskan. Buaya adalah hewan yang panjang umur dan paling setia kepada pasangannya, buaya itu hanya kawin sekali seumur hidup, sehingga orang Betawi menjadikannya sebagai Lambang Kesetiaan dalam rumah tangga.

Selain itu buaya termasuk hewan perkasa & hidup di dua alam, ini juga bisa dijadikan lambang dari harapan agar rumah tangga menjadi tangguh & mampu bertahan hidup di mana aja. Roti Buaya ini dibuat sepasang, yang betina ditandai dengan roti buaya kecil yg diletakan di atas punggungnya atau di samping. Maknanya adalah kesetiaan berumah tangga sampai beranak cucu. Peningset ini harus dijaga sepanjang jalan, supaya tetap mulus hingga sampai ke tangan penganten perempuan.

Selain itu, roti memiliki makna sebagai lambang kemapanan, karna ada anggapan bahwa roti merupakan makanan orang golongan atas. Pada saat selesai akad nikah, biasanya roti buaya ini diberikan pada saudara yang belum nikah, hal ini juga memiliki harapan agar mereka yang belum menikah bisa ketularan dan segera mendapatkan jodoh.


Sumber : http://rotibuayajakarta.wordpress.com/